Sejarah Kabupaten Pasuruan Jawa Timur Lengkap | Kumpulan Sejarah

Sejarah Kabupaten Pasuruan Jawa Timur Lengkap

http://juragansejarah.blogspot.com/2015/07/sejarah-kabupaten-pasuruan-jawa-timur.html
www.kuwarasanku.blogspot.com
Sejarah Kabupaten Pasuruan Jawa Timur Lengkap

Perkembangan umum tentang tata pemerintahan khususnya di pulau Jawa tampaknya pernah terjadi di Pasuruan pada awal penguasaan oleh kerajaan Demak tahun sejak 1535. penguasa kerjaan pusat Demak dikatakan juga menempatkan orang-orangnya di daerah yang baru dikuasainya. Namun demikian nama-nama dan gelar penguasa di Pasuruan pasca penaklukan Demak hingga Bupati Ranggajaya dibawah kekuasaan Mataram masih kabur. Setelah kematian Sultan Trenggana 1546 di Demak rupanya Pasuruan semakin menjadi daerah yang setengah merdeka. Informasi tentang sejarah kerajaan Pasuruan pada abad XVI ini memang sedikit. 

Dalam kronik tentang peristiwa Jawa memberitakan campur tangan pemuka agama di Giri dari tahun 1548 sampai 1552. dimungkinkan untuk memperkuat atau memulihkan kekuasaan Islam di Pasuruan. Namun demikian tetap menjadi daerah perebutan hegemoni antar penguasa. Terutama dari kerajaan Mataram yang berkembang kemudian setelah Demak dan Pajang. Pasuruan ketika menjadi pemerintahan baru yang telah memeluk Islam sejak awal telah berlaku ekspansif sebagaimana kerajaan lain. bahkan kekuasaan Pasuruan meluas sampai Kediri bahkan Blambangan. Achilles Meerman yang merujuk catatan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut adanya peperangan antara Pasuruan yang telah memeluk Islam "Mohamedan Pasuruan" dan Blambangan yang beragama Hindu. Bulan Januari 1597 waktu ke Bali diterangkan Bandar Panarukan, banda penting kerajaan Blambangan telah dikepung lebih 3 bulan. 

Dari catatan pedagang Belanda pada permulaan tahun 1597 diperoleh informasi pasukan dari Bupati Pasuruan besar peranannya dalam pertempauran melawan Panembahan Senapati dari Mataram sehingga Pasuruan belum berhasil dikuasai. Pedagang Panembahan Senapati dari Mataram sehingga Pasuruan belum berhasil dikuasai. Pedagang Belanda Frank van de Does yang singgah di "Palemboam" atau "Balemboam" (Blambangan) antara tanggal 18-27 Januari 1597 menyebut: Blambangan telah dikepung pasukan Korinck van Pasuruan (raja Pasuruan) yang berkekuatan 3000 orang prajurit. Meski bersifat ekspansif Pasuruan juga tidak lepas dari penyerangan dari pihak luar. Kerajaan Mataram mulai dari penguasa pertama Panembahan Senapati yang juga mulai menyerang Pasuruan tahun 1591 dan 1600 dilanjutkan penggantinya.

 
Masa Sultan Agung (1613-1646) memerintah di Mataram merupakan puncak politik ekspansi yang telah dirintis penguasa sebelumnya. Pulau Jawa menjadi lebih menuju pada suatu kesatuan yang lebih abadi meski dalam ikatan yang longgar. Pasuruan juga dikuasai kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung ini. Pada masa pemerintahan pengganti Sultan Agung, Amangkurat I(1646-1677) konsepsi Negara semakin terwujud. Amangkurat I dalam menaklukkan suatu wilayah sampai apda pengikut-pengikutnya. Pemerintah tingkat propinsi diserahkan pada ministeriales (setingkat bupati) yang sering diganti untuk menghindarkan keinginan untuk merdeka. Pajak dalam bentuk uang sudah mulai dijadikan peraturan umum. 

Karena sistem pajak kurang berhasil kemudian diubah dengan cara menggadaikan daerah pada ministeriales dalam jumlah tertentu setahun Perdagangan dengan luar negeri dimonopoli oleh pemerintah pusat (Schrieke 1974). Pada masa yang lebih kemudian sekitar tahun 1675 kota pantai antara Demung dan Surabaya antara lain Pasuruan, Gembong dan Garongan dapat direbut. Karaeng Galesung yang membantu Trunajaya melawan Kompeni. Daerah yang disrang umumnya merupakan daerah berpenduduk padat dan Bandar perdagangan beras yang penting. Dari surat Speelman 14 Juni 1677 yang dikutip de Graaf juga menyebutkan, masa pemerintahan Amangkurat I bertahta di Matrama Kyai Dermayuda dijadikan Wedana-Bupati Pasuruan membawahai bupati disekeitarnya. Waktu itu juga jabatan Syahbandar Pasuruan yang berkedudukan di Garuda. 

Pertengahan tahun 1677 jabatan Syahbandar ini dipegang Kyai Lurah Nayapatra. (Soetjipto, 1983). Sutjahyo (2001) menelaah data menuskrip yang diperolehnya dari Perpustakaan Nasional yang ditulis Puh Dona Asmara yang berbunyi: Sira sun karya Dipati, jumenengo Pasuruhan, ngadegeno karatone, sakehe mancanegara, kabeh sira kariga, sawetane Gunung Lawu, kabeh sira prentahana, (engkau saya jadikan dipati (raja) bertahta di Pasuruhan, semua negeri di dekatnya engkau persiapkan, sebelah timur Gunung Lawu, semua engkau kuasai). Tulisan ini berasal dari perintah Pangeran Nerangkusumo (Paman Raden Gusik Kusumo/istri Untung Surapati) yang diucapkan sekitar pukul 14.00, tanggal 8 Februari 1686 yang disaksikan Adipati Surabaya, Adipati Madura, Adipati Kediri, dan Raja kecil Pasuruan. Penyerangan lain dilakukan Bupati Madura yang lain yaitu Cakraningrat IV yang tahun 1718 diangkat bupati oleh Susuhunan Mataram. Penyerangan oleh Cakraningrat IV meliputi Surabaya, Sumenep, Probolinggo, dan Pasuruan dengan kekuatan 2000 orang prajurit. Penyerangan lain adalah oleh Kompeni Belanda waktu Pasuruan dibawah kekuasaan Untung Surapati

Setelah Pasuruan dapat dikuasai Kompeni dikembalikan menjadi wilayah jajahan Mataram dengan balasan menandatangani kontrak. Di daerah kekuasaan Mataram Kompeni diizinkan mendidirkan benteng dengan sejumlah pasukan. Di Pasuruan Kompeni mendirikan beberapa benteng yang dikepalai seorang Kapten. Seorang Bupati juga sering mendapat tugas tambahan membantu Bupati di daerah di dekatnya yang kurang baik pemerintahannya. Sebagai contoh adalah Surat Keputusan Sunan Pakubuwana II tanggal 30 Desember 1732 yang menetapkan Ngabehi Jayengrana (bupati Pasuruan) menjadi Wedana-Bupati yang membawahi Bupati Jayalelana dari daerah Dringu dan Bupati Puspadireja dari daerah Bangil. Waktu Gubernur Jendral Baron van Imhoff (dalam Babad Kitha Pasuruandisebut "Baron pan Hindup") tahun 1764 berkunjung di Pasuruan. 

Bupati Pasuruan Tumenggung Nitinegoro sedang sakit setelah memerintah 15 tahun. Sebelum meninggal beliau menunjuk anaknya Raden Ngabehi Sumadrana yang disetujui pemerintah pusat Kompeni dan dilantik tahun 1751. Anak bupati biasanya telah membantu bapaknya memerintah sebagaionderregent (wakil bupati). Seperti juga Bupati Pasuruan Adipati Nitidiningrat sejak tahun 1781 dibantu anaknya yang bernama Natakusuma. Baru tahun 1800 Natakusuma diangkat menjadi Bupati penuh. Seiring dengan perkembangan tata pemerintahan terjadi perubahan fisik di kota Pasuruan yang menjadi catatan tersendiri. Tahun 1822 diceritakan "Pasuruan adalah daerah yang luas dan makmur. Di situ terdapat perdagangan yang ramai dengan pulau Madura. Di jalan-jalan banyak orang terutama di jalan Pos Besar yang menuju Surabaya". Kesaksian lain dari Raden Mas Hario Poerwo Lelono pada pertengahan abad 19 menyebut ramainya kota kecil Bangil karena adanya pasar besar. Lokasinya 1 jam perjalanan sebelum mencapai Pasuruan. 

Kota Pasuruan tahun 1830 juga menempati posisi yang penting karena merupakan pusat pemerintahan Karesidenan sekaligus pusat Kabupaten. Karesidenan Pasuruan waktu itu meliputi Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangil, dan Kabupaten Malang. Kabupaten Pasuruan membawahi 11 distrik. Distrik Kraton, Rajasa, Winongan, Keboncandi, Jati, Grati, Melaten, Gempeng, Ngempit dan Tengger. Ada juga yang menyebut 12 distrik dengan tambahan Wangkal dan Porong. Residen Pasuruan S van Deventer pernah mendeskripsikan tentang kepindahan rumah bupati Pasuruan. Perpindahan itu terjadi tanggal19 Maret 1868 yang diiringi pertunjukan gambuh. 

Dari beberapa bupati yang pernah memerintah di Pasuruan terdapat nama Arya Suganda. Bupati yang terkenal pada paruh kedua abad XIX. Ia berasal dari keluarga bangsawan Mangkunegara, Surakarta dan seorang yang terpelajar. Ia juga seorang pengaran Niti Mani, karya fiosofis Jawa yang menghubungkan erotisme dengan mistikisme yang banyak dibaca para budayawan pada masanya (Graaf, 1998). Bupati Arya Suganda ini dapat disejajarkan dengan nama disebut sebagai RM. AA. Soegondo (1887-1901) seperti termuat dalam daftar nama Bupati Pasuruan (Anonim, 2001). Perkembangan lebih lanjut dari tata pemerintahan khususnya di Pasuruan terjadinya pembentukan Kabupaten Pasuruan 1 Januari 1901 berdasarkan Staatblad 1900 No. 334 yang berawal dari Residen Pasoeroean dengan batas wilayah meliputi utara berbatasan dengan Madura, selatan berbatasan dengan Laut Hindia, barat berbatasan dengan Residen Kediri dan Surabaya, timur berbatasan dengan Besuki. Malang dan Probolinggo masuk wilayah Pasuruan. Pada waktu yang lebih kemudian terjadi pembentukan Kotamadia Pasuruan tanggal 1 Juli 1918 berdasarkan Staatblad 1918 No. 320 dengan namaGemeente Pasoeroean (Sutjahyo, 2001).



Kawasan Pasuruan merupakan kawasan pertanian dan perdagangan sejak periode klasik Indonesia. Pelabuhan Pasuruan telah melayani perdagangan untuk kerajaan-kerajaan di Jawa Timur.

Pada masa penguasaan oleh VOC (diserahkan dari wilayah Kesultanan Mataram sebagai imbalan bantuan VOC dalam perang Suksesi Jawa, Pasuruan menjadi salah satu penghasil utama komoditas perdagangan hasil pertanian. Hal ini diteruskan pada periode penguasaan oleh Hindia-Belanda.

Source : 2


Baca juga : 
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net